Siapa mengira lelaki yang selalu menghiasi
Lapangan Kepanjen setiap sore itu adalah Aji Santoso. Dialah salah satu pemain
nasional yang tak pernah duduk di bangku cadangan. Tampangnya mirip ustad.
“Maaf lama menunggu. Sebagai muslim saya ingin
terus meningkatkan kualitas ibadah. Apa pun yang saya kerjakan dan saya dapat,
sampai saya menjadi seperti sekarang, adalah berkat rahmat dan kasih sayang
Allah SWT,” kata mantan pemain Arema yang kini didaulat menjadi pelatih Metro
Football Club itu. Menurut sejumlah pemain Metro, Aji memang kian rajin
beribadah. Sebelum melatih, ia selalu saja terlihat khusyuk melakukan salat.
Sore itu, sehabis salat, Aji langsung
menyambar bola. Ia mengajari cara menyundul bola dengan akurat, merebut bola
dari kaki lawan, dan cara menghalau pergerakan lawan. Kecepatan, kelenturan,
dan ketahanan fisik pemain juga menjadi porsi latihan.
Aji menukangi Metro sejak Juni silam.
Sebelumnya, ia menjadi pelatih tim Pra-PON Jawa Timur setelah sukses meloloskan
Persiko Kota Baru, Kalimantan Selatan, dari kasta divisi III ke divisi II. Tiga
lompatan kecil yang berharga buat Aji.
Dunia kepelatihan adalah hal baru bagi pemain
yang pensiun pada usia 34 tahun itu. Saat para penggemarnya bersorak pada
Minggu sore, 20 Juni 2004, Aji mengundurkan diri dari Arema. Acara pensiun itu
ia diumumkan lewat pengeras suara kepada publik sepak bola Malang, yang
memadati Stadion Gajayana, sebelum laga uji coba antara Arema–yang saat itu
dibesut Benny Dolo–dan tim nasional asuhan Ivan Venkov Kolev.
Aji diberi kesempatan berpamitan langsung
kepada Aremania, penggila Arema, dari tengah lapangan. Tiada kata yang terucap
kecuali lambaian tangan sebagai penanda perpisahan. Tempo menyaksikan betapa ia
dipuja dan dibanggakan Aremania. Apresiasi yang begitu megah membuat Aji nyaris
“nangis bombay” karena terharu.
“Saya sudah mendapatkan kesempatan
mendedikasikan kemampuan selama belasan tahun. Saya sedih sekali, terlebih saya
belum selesai berjuang bersama Arema untuk kembali ke divisi utama. Tapi saya
harus memilih dan memutuskan pensiun,” kata Aji sambil menghela napas panjang.
Tak lama berselang, Aji mengikuti kursus
kepelatihan yang diselenggarakan Konfederasi Sepak Bola Asia selama dua pekan.
Sejak itulah dia disodori melatih Akademi Arema selama tiga bulan.
Dan sejak itulah dunia pelatih terbentang di
hadapannya. Pada pertengahan 2005, ia dipercaya Peter Withe, pelatih kepala tim
nasional, untuk memoles tim nasional U-17 ke kejuaraan ASEAN U-17, yang digelar
oleh Federasi Sepak Bola ASEAN di Bangkok, Thailand, 4-19 Juli 2005.
Selanjutnya, pada 2006, Aji melatih Persiko mulai Maret hingga Agustus.
“Saya ingin beribadah dengan menekuni profesi
pelatih. Dengan cara ini saya masih bisa mencari rezeki yang halal untuk
menafkahi istri dan kelima anak saya,” ujar pemain yang memimpikan jadi pelatih
sejak tujuh tahun lalu itu.
Pernah
berguru kepada pelatih Chelsea, Jose Mourinho
Pengalamannya menjadi pemain selama 19 tahun
bagai buku pelajaran yang tak pernah terlupakan. Ia selalu mengajari para
pemainnya seperti ia dulu pernah ditempa. Sesekali Aji juga membaca beberapa
buku teori sepak bola dan rajin mengikuti perkembangan olahraga nasional dan
dunia dari media massa guna menambah pengetahuan dan wawasannya.
Aji bersyukur pernah diajar oleh sejumlah
pelatih terbaik di negeri ini. Dari sekian banyak pelatih, Aji mengaku paling
banyak menyerap ilmu dan wawasan kepelatihan dari Andi M. Teguh (almarhum),
bekas pelatih tim nasional yang juga pernah melatih Arema (1989-1991). Pelatih
asing di luar Indonesia yang disukai Aji adalah Jose Mourinho, manajer-pelatih
Chelsea.
Aji lahir di Kepanjen, Kabupaten Malang, pada
6 April 37 tahun silam. Ia besar dalam lingkungan keluarga dengan ekonomi pas-pasan.
Sejak kelas 2 sekolah dasar, ia mulai suka bermain sepak bola antarkampung.
Saban hari sepulang sekolah dan sebelum
latihan, Aji harus bekerja membungkus kerupuk di sebuah pabrik demi membantu
orang tuanya. Dari pabrik kerupuk, Aji kecil jadi tukang pikul di pasar. Ia
biasa mengangkut terasi dan ikan asin. Upah yang didapat dipakai buat menambah
biaya sekolah.
Dengan nada melankolis, Aji bercerita, “Ketika
saya makin serius meniti karier di sepak bola, saya menyadari hikmah dan
manfaat menjadi seorang tukang bungkus kerupuk dan tukang panggul di pasar,”
kata Aji. “Masa lalu turut membentuk saya seperti sekarang.”
Bakat Aji makin terarah dan terasah di bawah
asuhan Winarto, pelatih klub Argo Manunggal Saunggaling (AMS), Kepanjen, selama
dua tahun (1985-1986). Dari AMS, Aji diterima di Persema Junior. Uang saku yang
diterimanya Rp 10 ribu.
Nama Aji makin dikenal berkat kepiawaiannya
sebagai bek kiri. Sinyo Aliandoe pun kepincut dan memboyong Aji ke Arema
Malang, klub Galatama yang baru saja dibentuk pada 11 Agustus 1987. Ia resmi
jadi pemain profesional dengan bayaran Rp 40 ribu per bulan.
“Saya tak mau pusing soal gaji. Obsesi saya
waktu itu main sebagus-bagusnya dan memberikan prestasi terbaik. Kalau bisa
prestasi bagus, toh nantinya soal gaji bisa ikut naik.”
Aji benar. Bukan hanya bayarannya yang naik,
Aji malah diminta memperkuat tim nasional meski baru delapan bulan membela
Arema. Piala Kemerdekaan 1990 merupakan debutnya sebagai pemain tim nasional.
“Kadang-kadang…,” Aji mengenang, “sampai
sekarang saya tak percaya jika karier saya waktu itu bisa melesat cepat. Tapi
saya sangat mensyukurinya. Allah telah memberikan ganjaran yang setimpal atas
pengorbanan saya pada masa kecil.”
Ketika
Aji Santoso Kembali ke Kepanjen
Di tim nasional, prestasi Aji sungguh
sensasional. Namanya kian kondang setelah ikut mempersembahkan medali emas SEA
Games 1991. Masa keemasan sebagai pemain nasional ia bukukan dalam kurun waktu
1990-1999.
Aji tetap berprestasi di kompetisi nasional.
Ia tercatat sebagai pemain yang tiga kali mempersembahkan gelar juara kompetisi
PSSI, yakni untuk Arema (1992/1993), Persebaya Surabaya (1997/1998), dan PSM
Makassar (1999/2000).
Yang membanggakan Aji lagi, ia tak pernah
duduk sebagai pemain cadangan, baik saat di tim nasional maupun di klub
profesional. Ia selalu menjadi pemain utama.
Kenangan termanis diperoleh Aji saat berkostum
Merah-Putih. Di final Piala Kemerdekaan di Senayan, Jakarta, September 2000,
Aji menceploskan satu gol dan menggenapkan skor keunggulan atas Irak menjadi
2-0.
Kenangan pahitnya, pada 1995, ia didemo
Aremania gara-gara memutuskan hengkang ke Persebaya, yang notabene musuh
bebuyutan Arema. Sekitar 500 Aremania membentangkan spanduk berisi protes,
tepat di depan hotel tempat resepsi pernikahannya dihelat.
“Waktu itu saya sampai dicap sebagai
pengkhianat. Tapi saya tanggapi dengan dingin. Saya justru berprasangka baik
saja bahwa Aremania protes karena mereka mencintai saya.”
Setelah merumput di Persebaya dan PSM, Aji
balik ke kandang Singo Edan, julukan Arema. Peruntungan Aji tak moncer. Arema
sempat terdegradasi dari divisi utama ke divisi I (2003) serta belum sempat
mengantar Arema menjuarai kompetisi divisi I dan kembali ke divisi utama.
Kini, selain sibuk melatih Metro, Aji sedang
berusaha menghidupkan lagi CV Cipta Pratama, perusahaan pembuat peralatan sepak
bola yang ia dirikan pada 2000, dengan modal tabungan gaji dan bonus selama
menjadi pemain.
Hasil kerja kerasnya juga berwujud sebuah
rumah di Perumahan Taman Sulfat, Kota Malang. Di sinilah ia tinggal bersama
keluarga tercintanya.
Pada waktu senggang, Aji menyempatkan diri
bermain tenis. Ia menjalani hobi ini sejak 1998 untuk menjaga kondisi tubuhnya
tetap prima dan, “Awet muda,” katanya seraya ngakak.
Jika tak sibuk pun Aji berusaha selalu mengantar
Bella, Mithan, dan Kevin ke sekolah. Sorenya, melatih Metro. Malamnya, ia
usahakan mengaji.
Sesibuk-sibuknya Aji, tentu tak lepas dari
urusan bola. Sepak bola memang pilihan hidupnya. Itu sebabnya ia selalu
berusaha menyempatkan diri ke Stadion Gajayana di Kota Malang dan Stadion
Kanjuruhan di Kepanjen untuk melihat pertandingan Persema dan Arema.
Setelah itu, Aji pasti kembali ke Kepanjen.
Nama : Aji Santoso
Tempat dan tanggal Lahir : Kepanjen, 6 April
1970
Istri : Rini
Anak : Bella Sabrina Sufi, 11 tahun, Mithan
Andira Sufi (10), Kevin Aji Ramadhan (8), Bintang Aji Ramadhan (6), Diva Tiara
Sufi (4)
Karier :
Argo Manunggal Saunggaling (1985/1986)
Persema Junior (1986)
Arema Malang (1987-1995)
Persebaya Surabaya (1995-1999)
PSM Makassar (1999/2000)
Arema Malang (2001-2004)
Tim Nasional (1990-1999)
Prestasi :
Medali perak PON (Jawa Timur/1990)
Medali emas SEA Games Filipina (timnas/1991)
Medali perunggu SEA Games Singapura
(timnas/1993)
Juara Galatama (Arema Malang/1993)
Juara Liga Indonesia (Persebaya/1998)
Medali perak SEA Games Jakarta (timnas/1997)
Medali perunggu SEA Games Brunei Darussalam
(timnas/1999)
Juara Liga Indonesia (PSM Makassar/2000)
sumber:
Ongisnade
Sumber /
References ::https://aliepermadi.wordpress.com
0 comments:
Post a Comment