Keterbatasan fisik tidak membuat
Subagyo, penyedia jasa penggarapan soal matematika lantas malas berusaha. Hanya
beralasa sebuah meja, ia biasa menghabiskan waktu berjam-jam untuk melahap soal
matematika yang disenanginya itu.
Saat ditemui Rabu malam
(21/1/2015) di rumahnya, Subagyo menceritakan kisah panjang hidupnya.
Subagyo (60) sejak kecil memang
sudah hidup dalam keterbatasan. Ayahnya meninggal ketika ia masih anak-anak,
sedang ibunya hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Untuk dapat sekolah,
awalnya ia dibiayai oleh nenek dan pamannya.
Ia mengenyam pendidikan menengah
dasarnya di SMP Negeri 1 Kutoarjo. Saat itu ia tinggal bersama neneknya. Namun
karena suatu hal, ia putus sekolah dan memutuskan untuk ke Yogyakarta. Di
Yogya, ia tinggal bersama pamannya dan bekerja sebagai perajin perak.
"Dulu apa aja saya lakuin,
Mas. Tujuannya cuma satu, supaya saya dapat melanjutkan sekolah,"
ungkapnya.
Saat ia bekerja di toko perak
itu, ia sempat berkenalan dengan Kepala SMP Muhammadiyyah 7 Yogyakarta.
Pada suatu ketika, Subagyo kepada
Kepala SMP Muhammadiyyah 7 mengungkapkan ingin melanjutkan sekolahnya. Namun
karena usia Subagyo telah menginjak 21 tahun serta memiliki keterbatasan fisik,
kepala sekolah itu sempat menolak.
Tetapi karena Subagyo setiap hari
gigih dan menunjukkan semangat belajarnya yang tinggi, alhasil kepala sekolah
itu luluh. Subagyo pun diizinkan mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah
itu.
Kesempatan ini ia gunakan
sebaik-baiknya. Walaupun di sekolah ia kerap diejek dan dijauhi, Subagyo tidak
mempedulikan. Tujuannya di sana untuk sekolah, Subagyo tetap mengesampingkan
ejekan dan tetap belajar.
"Pernah suatu ketika mental
saya down. Saya bilang ke kepala sekolah kalau saya sering dihina. Tetapi,
kepala sekolah bilang ke saya kalau digodhok (direbus) itu ya panas. Tapi nanti
kamu bakal menikmati sendiri hasilnya di akhir," kenangnya.
Dengan berpegang teguh perkataan
kepala sekolahnya itu, Subagyo akhirnya lulus dari sekolah itu dengan status nilai
tertinggi kedua di sekolah. Setelahnya, ia melanjutkan pendidikan menengah
atasnya tanpa kendala dan mengantongi ijazah SMA Negeri 8 Yogyakarta dengan
nilai tertinggi.
"Saat SMA juga sama seperti
SMP, Mas. Saya ikhlas nggak jajan, yang penting bisa sekolah," katanya.
Masuk UGM
Setelah lulus SMA, Subagyo
mengaku sempat diterima di Jurusan Teknik Sipil - Universitas Islam Indonesia
dengan sumbangan termurah. Tetapi karena sehari setelahnya ada pengumuman dari
UGM bahwa ia diterima, akhirnya Subagyo memilih kuliah di UGM.
Saat kuliah, Subagyo menjalani
segala macam profesi untuk memenuhi kebutuhannya. Dari mulai menjadi wartawan
lepas, berdagang bakso, hingga membuka jasa iklan. Semuanya ia jalani
sendirian.
Namun karena segala
keterbatasannya tersebut, Subagyo memilih tidak melanjutkan kuliah dan mencari
pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya.
Sampai sekarang, Subagyo masih
mempunyai keinginan untuk dapat kuliah lagi. Ketika menyampaikan keinginannya
itu, mata Subagyo terlihat berair.
"Saya selalu meminjam
buku-buku teman saya, baik yang S-2 maupun S-3. Saya bisa mengerjakan kok.
Doakan moga bapak bisa kuliah lagi ya," ujarnya.
Sumber / References ::
http://jambi.tribunnews.com/
0 comments:
Post a Comment