Di sekolah setiap anak punya
bakat, minat dan kecerdasan yang berbeda. Anak yang cepat memahami sebuah
pelajaran kerap disebut anak cerdas, dan anak yang agak lambat disebut anak
"otak udang", begitulah gambaran kita saat masih sekolah dulu. Sering
timbul perang batin pada anak saat ia menerima raport "kebakaran"
karena kecenderungan yang sering terjadi, anak akan dimarahi oleh orang tuanya
dan akhirnya "beban mental" anak bertambah. Sejak saat itulah cap
"anak bodoh" akan terus melekat pada dirinya. Kata-kata buruk itu
terus akan mengikuti dirinya. Apakah seburuk itu gambaran sebenarnya anak kita
?
Pada dasarnya tidak ada anak yang
terlahir bodoh. Tuhan menganugerahkan kelebihan berpikir pada manusia dibanding
makhluk lainnya. Menjadi rangking terakhir di kelas apakah berarti ia bodoh ?
Tunggu dulu .....
Ada seorang anak yang dibesarkan
dalam serba keterbatasan dan kemiskinan. Ibunya bernama Sonya, yang dikeluarkan
dari sekolahnya karena tidak mampu membayar di kelas tiga SD. Usia 13 tahun
Sonya menikah dan melahirkan anak cemerlang, Benyamin Carson. Ben lahir di
Detroit, Michigan 18 September 1951.
Ibunya membesarkan Ben dan
kakaknya Curtis seorang diri dengan bekerja sebagai pembantu rumah tangga paruh
waktu. Terkadang hanya 2 atau 3 pekerjaan saja yang diambil ibu Ben. Ben
mengalami kesulitan belajar saat di sekolah. Nilai-nilainya di bawah standard.
Cukup alasan buat sekolah untuk mengeluarkan Ben.
Teman-teman Ben menjulukinya
"anak bodoh", "idiot" dan julukan lainnya yang menyakitkan.
Kebodohan Ben ternyata ada kisahnya tersendiri. Ben tidak bodoh. Dia harus
membantu pekerjaan rumah yang ditinggalkan ibunya ketika bekerja hingga larut
malam. Akibatnya Ben, sering mengantuk saat di kelas pagi hari dan sulit
berkonsentrasi. Inilah peristiwa yang terjadi pada Ben.
Semangat Ben pun timbul. Ia tidak
ingin dijuluki anak bodoh terus-menerus. Dengan semangat membaja, dan atas
bantuan ibunya, Ben setiap minggu diwajibkan membuat resume dari buku
perpustakaan dan hasilnya dibacakan pada ibunya. Ternyata proses belajar
seperti ini menghasilkan sebuah kemajuan buat Ben. Ben berhasil menjawab semua
pertanyaan gurunya dan nilai-nilai Ben menjadi lebih baik.
Rasa haus dan lapar akan ilmu
pengetahuan terus menguasai Ben. Semua mata pelajaran dilahap Ben dengan rakus.
Ben bercita-cita menjadi seorang dokter. Setelah lulus dari SMA, ia pun
melanjutkan ke Universitas Yale dan meraih gelar psikolog di Yale. Minatnya pun
berubah 360 derajat, tiba-tiba ia ingin menjadi ahli bedah syaraf terkenal. Ben
segera mendaftar ke Fakultas Kedokteran di Universitas Michigan. Ben lulus
menjadi dokter bedah syaraf dengan nilai cum laude.
Siapa menyangka, dulu anak paling
bodoh di sekolah kini adalah seorang dokter bedah syaraf terkenal di Amerika.
Berbagai penghargaan dari dalam dan luar negeri diraih Ben. Bahkan Gedung Putih
juga sempat menyematkan penghargaan "The Presidential Medal of
Freedom".
Ben sering tampil sebagai
pembicara pada seminar-seminar kedokteran di seluruh dunia. Pendapatnya
dijadikan sebagai rujukan utama dalam bidang bedah syaraf.
Pada usia 32 tahun, Ben menjadi
direktur Rumah Sakit Bedah Syaraf Pediatric. Sebuah pencapaian yang mengejutkan
dari seorang dokter muda.
Dari kisah ini, kita sebagai
orang tua bisa memetik hikmah :
Anak Bodoh di Kelas bukan sebuah kesalahan.
Anak seperti ini membutuhkan
sebuah dorongan untuk sebuah pencapaian. Ia bagai tanah liat yang sedang
diaduk-aduk oleh pengrajin agar tanah bisa dibentuk dengan bagus, dan tanah
berbentuk masih harus dibakar demi kekuatan dan kestabilan sebuah wujud hasil
karya. Inilah penggodokan mental dan ujian kesabaran buat orang tua. Anak yang
kuat adalah anak yang sering dikecewakan oleh lingkungan dan mereka
menjadikannya sebagai pembelajaran.
Peran Aktif Orang Tua Dalam
Pembentukan Karakter Sangat Diperlukan
Ibu Sonya yang aslinya juga tidak
memiliki latar belakang pendidikan yang baik, ternyata memiliki impian dan
semangat besar demi kemajuan anak-anaknya. Dengan mereview ringkasan Ben setiap
minggunya, ibu Sonya menjadikan dirinya sebagai guru besar bagi anak. Anak
sangat terkesan dengan ini. Di dalam benak alam pikiran Ben, akan tertanam
cita-cita, melihat perjuangan ibunya yang keras, ia bertekad akan membahagiakan
ibunya. Di sinilah energi positif dan cita-cita besar menumbuhkembangkan pembelajaran
yang luar biasa pada diri Ben. Jadi jelas bukan kalau anak bodoh di sekolah
bukan lah akhir dari segalanya. Bukan sebuah musibah atau bencana bagi orang
tua. Namun tugas orang tua adalah menjadi guru besar yang menumbuhkembangkan
semangat pembelajaran demi pencapaian cita-cita yang tinggi. Tidak ada yang
tidak bisa diraih selama kita mau berusaha dan berdoa.
" Bila seorang ibu
menularkan semangat pembelajaran dan bersungguh-sungguh mengajarkan pada
anaknya pendidikan kehidupan, kelak ia akan menemui orang besar yang menangis
bahagia dan mencium keningnya "
Ditulis Oleh :: Agung Soni
Sumber / References ::
http://www.kompasiana.com/
0 comments:
Post a Comment