Waktu itu aku baru saja memasuki hari - hari sebagai
mahasiswa baru. Semuanya terasa sempurna, teman baru yang menyenangkan dan
suasana baru yang penuh tantangan, hingga penyakit tifus datang menyapaku. Aku
terbaring di rumah sakit hampir sebulan lamanya.
Teman - temanku bergantian menengok dan memberiku dukungan,
tidak sedikit pula yang berusaha menarik perhatianku dengan membawa serangkaian
bunga atau kembang gula. Tapi ada seorang pria pendiam yang membuatku penasaran,
dia mengaku salah satu dari teman sekelasku. Meski aku merasa pernah melihat
wajahnya, aku tidak ingat dia ada di kelasku.
Adrien, nama pria itu. Ia selalu membawakanku sebutir apel
setiap hari, hanya sebuah. Dia mengunjungiku dari hari pertama aku dirawat
sampai akhirnya aku sembuh dan diizinkan pulang. Meski heran, aku mencoba
menahan diri untuk bertanya mengapa dia hanya membawakanku sebutir apel setiap
hari, bukan sebuket bunga, setidaknya sekeranjang apel, atau tidak sama sekali,
itu tentu tidak akan lebih aneh daripada sebutir apel saja.
Saat aku kembali ke kampus, yang pertama kucari adalah
Adrien. Aku selalu penasaran apakah dia benar teman sekelasku ? Ternyata dia
memang ada di sana, duduk di kursi paling pojok dan seharian hanya tidur di kelas.
Aku tak menyapanya dan melakukan kegiatan belajarku seperti biasanya. Tapi saat
pulang, aku kembali menemukan sebutir apel di lokerku.
Keesokan harinya aku membangunkan tidurnya dan mengajaknya
makan siang bersama. Kali ini aku tidak bisa menahan keingintahuanku tentang
sebutir apel yang selalu diberikannya kepadaku.
Aku begitu terkejut ketika mendengar awal kisah sebutir apel
itu ternyata dimulai olehku sendiri. Saat itu masa orientasi mahasiswa baru.
Menurut Adrien, ia lupa membawa bekal karena terlambat bangun. Lalu seorang
wanita bertubuh pendek, yaitu aku, menawarkan sebutir apel karena melihatnya
tidak membawa bekal saat makan siang.
Ia bilang hatinya merasa tersentuh karena wanita itu tidak
menanyakan alasannya tidak membawa bekal, meski mungkin lebih karena wanita itu
tidak peduli padanya. Tetapi untuk pertama kalinya bagi Adrien, seorang yang
tidak peduli padanya justru menyelamatkan dirinya hari itu.
Saat itu ia nyaris pingsan karena lapar dan tidak tahu harus
meminta tolong kepada siapa karena tidak ada orang yang dikenalnya. Sejak saat
itu, ia mengaku sangat menyukai buah apel. Sebutir apel yang ia berikan setiap
hari merupakan balasan kebaikanku dulu.
Ia mengandaikan buah apel sepotong cinta, ia berikan sebutir
setiap hari dan akan selalu sama. Meski mungkin dia tidak menawarkan cinta yang
berlebihan dengan sebuket mawar atau sekotak kembang gula, hanya sebutir apel
sederhana, tapi baginya cintanya padaku tidak akan pernah berubah. Dia tidak
mencoba menarik perhatianku dengan sesuatu yang wah, tapi hanya menawarkan
sepotong cinta yang setia, cinta yang sederhana.
Aku mungkin merasa tidak percaya seorang Adrien yang agak
antisosial bisa berpikir tentang cinta seperti sebuah apel, tapi dalam
kenyataan hidup hal itu memang terjadi.
Kebaikan yang tidak kita sadari bisa menggugah perasaan
seseorang sampai ia rela memberikan cintanya dengan tulus kepada kita. Jadi,
buat kamu yang belum menemukan cinta, mungkin di suatu tempat kebaikan yang
tidak kamu sadari itu justru bisa membuat orang jatuh cinta.
Kamu tidak perlu menarik perhatian dengan memberikan segala
macam barang karena cinta itu adalah hal yang sederhana, tawarkan cinta seperti
apa adanya, meski itu hanya sepotong saja.
0 comments:
Post a Comment