Pernahkah Anda membayangkan, seorang wanita negro dari
keluarga miskin di sebuah perkampungan kumuh di belantara kota metropolitan New
York, Amerika Serikat, berhasil menduduki jabatan puncak, sebagai Chief of Executive
(CE0), sebuah perusahaan kelas dunia dengan nilai asset lebih dari Rp300
triliun?
Kisah inspiratif ini berasal dari Ursula M Burns. Wanita
kelahiran 20 September 1958 ini tak pernah punya cita-cita ingin jadi CEO di
sebuah perusahaan, apalagi perusahaan kaliber dunia. Menyadari dia terlahir
wanita, berkulit hitam alias negro dan berasal dari keluarga miskin, saat kecil
Burns hanya punya cita-cita ingin bekerja sebagai suster, perawat, atau guru,
tiga profesi yang menurutnya masih mungkin terjangkau.
Namun lain dengan Olga, Ibunya. Wanita asal Afrika dan
menikah dengan lelaki dari Panama, lantas kemudian berimigrasi ke AS ini
sendirian, karena suaminya tak ingin meninggalkan Panama, punya keinginan lain,
yakni ingin Burns dan dua saudaranya sukses, meninggalkan kemiskinan.
Tinggal di sebuah apartamen sangat murah di kawasan kumuh,
di Manhattan, New York, Olga mengawasi ketiga anaknya sambil bekerja mengasuh
anak titipan dan menyeterika pakaian tetangga.
Olga selalu mendorong anak-anaknya untuk menjadi orang yang
selalu belajar, menjadi orang baik, dan meraih kesuksesan. Ia ingin Burns dan
saudara-saudaranya untuk selalu membuktikan kemampuan diri, tak peduli dari
mana asal dan keturunan. Dengan seutas senyum yang terus mengembang itu, ibunya
tidak menunjukan kelelahan akan pekerjaannya.
Burns tak tahu, entah bagaimana caranya, ibunya berhasil
menyekolahkan anak-anaknya. Lewat ibunya, Burns belajar tentang arti hidup yang
diajarkan oleh ibunya. Ia menemukan kasih sayang dan ketulusan dari ibunya yang
sangat berdikari.
Berkat cinta, motivasi, dan dorongan ibunya itulah, Burns
menjadi bintang pelajar saat sekolah di tingkat SMA pada tahun 1960-an.
Talentanya menarik perhatian Xerox, sebuah perusahaan penyedia layanan proses
bisnis dan pengelolaan dokumen perusahaan besar di dunia, yang lantas membantu
buaya kuliah Burns di Polytechnic Institute of New York, bahkan
mempekerjakannya setelah ia menuntaskan kuliahnya.
Di Xerox, Burns sangat menonjol. Sehingga perkembangan
kariernya begitu pesat. Hingga pada akhirnya ia dipercaya memegang tampuk
kepemimpinan sebagai seorang CEO pada 21 Mei 2009 dan lantas menjadi chairman
pada Mei 2010. Burns mampu menjadi tonggak sejarah. Ia berhasil menobatkan
dirinya sebagai perempuan kulit hitam pertama yang menduduki posisi CEO di
Xerox, yang merupakan perusahaan Fortune 500 ranking ke 131 pada tahun 2013
kemarin.
Tidak mengherankan jika Burns dinobatkan oleh Majalah Forbes
sebagai salah satu wanita paling berpengaruh di dunia, yaitu di posisi ke-20
pada tahun 2009, lantas peringkat ke-17 pada 2011 dan ke-14 pada 2012. Pada
2014 lalu, Majalah Forbes menempatkan Burns pada ranking ke 22.
Hasil Cinta Sang Ibu
Dalam sebuah wawancara dengan Blomberg pada 2011 lalu, Burns
dengan tegas mengakui, perjalanan hidupnya sehingga mencapai posisi yang
didambakan banyak karyawan, merupakan hasil dari cinta yang diberikan ibunya
sejak kecil hingga dewasa. “Kehidupan ibu saya merupakan kisah inspiratif cinta
yang takkan terbalas, “ujarnya.
Ia mengenang, waktu kecil, saat menyadari dirinya wanita,
negro dan miskin, ibunya mengatakan, “Pikirkan dimana kita dan bukan siapa
kita”.
Baginya, sang ibu adalah orang yang berjasa dalam hidupnya.
Tanpa ragu Burns mengatakan ibunya adalah orang yang pragmatis, fokus dan
sangat praktis, dan sangat berdikari.
“Waktu kecil, kami memang miskin, akan tetapi kami tidak
mengetahui mengenai hal tersebut. Kami sama sekali tidak tahu seberapa besar
masalah yang dihadapi ibu kami untuk membesarkan kami bertiga, Saya hanya
merasa bahwa ibu kami memiliki kekuatan ajaib karena Ia merupakan seseorang
yang sangat luar biasa, ‘ujarnya saat berbicara pada YMCA Women Empowering
Lunch di tahun 2009 mengenai masa kecilnya.
Dikatakan Burns, ibunya selalu memberikan anak-anaknya
kekuatan, kemauan dan cinta. “Saya masih dapat mengingat perkataannya, bahwa
saya bukanlah saya yang sebenarnya. Jika saya berada pada tempat yang buruk,
hal tersebut hanyalah sementara dan hal tersebut tidak akan merubah inti dari
apa yang dapat saya berikan untuk dunia,” kenangnya. (Dari berbagai
sumber/Ditulis ulang oleh Yanuar Jatnika)
0 comments:
Post a Comment