Kisah kebohongan ibu penuh rasa cinta ini terjadi pada sebuah
keluarga tak berada yang memiliki seorang anak laki-laki. Kebohongan-kebohongan
sang ibu mulai disadari si anak sejak masih duduk di sekolah dasar dan terus
berlanjut hingga si anak menginjak dewasa.
Berikut cerita delapan kebohongan ibu pada
si anak yang masih mengingatnya dengan baik.
1. Kebohongan Ibu yang Pertama
Demi mencukupi kebutuhan makan lauk untuk
si anak, sang ibu memilih untuk pergi ke sungai dekat rumah untuk memancing
ikan disana. Tidak mudah baginya untuk bisa mengusahakan umpannya dimakan oleh
ikan. Dengan penuh kesabaran dan menghabiskan waktu hingga setengah hari, sang
ibu akhirnya bisa mendapatkan ikan yang sama besarnya dengan telapak tangannya.
Sang ibu segera pulang ke rumah untuk
membuatkan sup ikan untuk si anak. Sang ibu tahu betul anak lelakinya sangat
menyukai sup ikan. Segera setelah matang, disuguhkannya sup itu untuk anaknya.
Sang ibu duduk di samping anaknya yang
dengan lahap makan nasi dan sup ikan. Si anak memilah-milah tulang ikan ke
piring yang lebih kecil. Sang ibu dengan tangannya mengambil daging ikan yang
sebagian masih menempel di tulang tersebut kemudian memakannya.
Melihat apa yang dilakukan ibunya tersebut,
si anak berinisiatif untuk memberikan sedikit bagian kepala ikan tersebut
kepada ibunya. Namun sang ibu dengan lembut menolak pemberian anaknya tersebut
seraya berkata, “Makanlah nak, untuk kamu saja. Ibu tidak terlalu suka ikan
sebenarnya. Tadi ibu hanya ingin mencicipi rasa dagingnya saja.”
2. Kebohongan Ibu yang Kedua
Saat si anak menginjak Sekolah Menengah
Pertama, ibu membuat kerajinan dari barang bekas yang di jual ke koperasi desa.
Hampir setiap hari ibu membuat kerajinan dari barang bekas tersebut. Hasil
penjualannya selain bisa untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari, juga
untuk membiayai sekolah si anak.
Suatu kali, si anak terbangun dari tidur
malamnya setelah dikejutkan oleh gelegar bunyi guntur. Kamar tidurnya gelap gulita
karena seluruh aliran listrik diputus sementara karena hujan deras dan guntur
yang bersahutan malam itu. Namun si anak
melihat cahaya lilin di ruang depan. Ia mendapati sang ibu masih mengerjakan
kerajinan dengan penerangan satu buah lilin saja.
Si anak menghampiri ibunya dan berkata, “Ibu, tidurlah, sudah malam dan juga
gelap tidak ada listrik. Ibu bisa lanjutkan besok.”
Sang Ibu tersenyum dan berkata, “Guntur
membangunkanmu? Kamu tidurlah duluan, kamu kan harus sekolah besok pagi-pagi,
Ibu belum mengantuk kok.”
3. Kebohongan Ibu yang Ketiga
Saat ujian sekolah, seperti ibu-ibu
lainnya, sang ibu ingin menemani sang anak untuk menghadapi ujian. Namun tidak
seperti ibu lainnya, sang ibu harus tidak bekerja pada hari itu demi sang anak.
Tidak seperti ibu lainnya juga yang menunggu di kantin depan sekolah, sang ibu
menunggu sang anak di bawah pohon yang bahkan tidak meneduhkannya dari sinar
matahari.
Saat tengah hari lonceng tanda ujian
berakhir dibunyikan. Sang ibu segera menyambut si anak dengan penuh senyum dan
segera menuangkan teh dingin yang tak lagi dingin.
Si anak melihat sang ibu mukanya kemerahan
di papar matahari dan bulir-bulir keringat menghiasi wajahnya. Si anak kemudian
meminta ibunya saja yang meminum teh tersebut. Namun Ibu menjawab, “Minumlah
nak, aku tidak haus!”
4. Kebohongan Ibu yang Keempat
Sepeninggal ayah, Ibu adalah juga kepala
rumah tangga. Hidup terasa makin sulit setelah ayah tiada. Banyak tetangganya
dan juga keluarga besar ibu memintanya untuk menikah lagi demi anak.
Namun sang ibu punya jawaban sendiri kepada
si anak yang juga atas permintaan untuk menikah lagi tersebut, “Saya lebih
senang bersama kamu anakku.”
5. Kebohongan Ibu yang Kelima
Setelah si anak menamatkan sekolah dan
mulai bekerja di kota, sang ibu tetap bekerja untuk kebutuhan kesehariannya. Si
anak sudah memintanya untuk tidak lagi bekerja dan akan memberinya uang untuk
sang ibu berapapun yang dibutuhkannya.
Namun sang ibu menolak pemberian anaknya
tersebut seraya berkata,”Tabunglah ini untuk mu dan masa depanmu, Ibu masih
punya simpanan dan hasil penjualan ini masih cukup untuk ibu membeli makan.”
6. Kebohongan Ibu yang Keenam
Si anak berhasil meraih gelar sarjana
setelah kuliah sambil bekerja. Ia pun akhirnya mendapatkan beasiswa melanjutkan
kuliah di luar negeri. Tidak hanya kuliah, si anak juga mendapatkan pekerjaan
di salah satu perusahaan di luar negeri. Ia pun ingin mengajak ibunya untuk
tinggal bersamanya.
Tetapi Ibu yang baik hati, bermaksud tidak
mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku, “Aku lebih suka disini.”
7. Kebohongan Ibu yang Ketujuh
Setelah meraih gelar master di luar negeri,
si anak diterima sebagai pegawai tetap di luar negeri. Ia mulai sibuk dan mulai
jarang menghubungi ibunya. Sampai suatu hari, pamannya memberi kabar bahwa sang
ibu di rawat di rumah sakit karena penyakit kanker stadium akhir.
Tanpa pikir panjang, si anak pulang
menempuh jarak ribuan kilometer demi ibunda tercinta. Sesampainya di rumah
sakit, si anak mendapati sang ibu yang sudah terlihat tua, terbaring lemah di
ranjangnya. Ia baru saja menjalani operasi hari itu.
Saat terbangun dari tidurnya, sang ibu
tersenyum kepada si anak. Senyuman yang berbeda, karena senyum itu tampak
seperti sedang menahan rasa sakit.
Si anak menatap sang ibu sambil berlinang
air mata. Hatinya perih, dadanya terasa sesak demi melihat sang ibu yang sakit
dengan kondisi kurus dan sangat lemah. Tetapi Ibu dengan tegarnya berkata,
“Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan.”
8. Kebohongan Ibu yang Terakhir
Setelah kebohongannya yang terakhir
tersebut, sang ibu tak mampu lagi tersenyum untuk si anak. Matanya tertutup
untuk selama-lamanya.
Itulah kisah kebohongan penuh rasa cinta
dari ibu kepada anaknya. Semoga mampu memberi pembaca inspirasi untuk lebih
meluangkan banyak waktu untuk orangtua khususnya ibu. Lebih sering manakah kamu
menelepon ibu dari kekasihmu? Bahkan sekedar untuk menanyakan sudah makan atau
belum?
Muliakanlah orangtua khususnya ibu kamu
terlebih dahulu sebelum mencoba untuk memuliakan dan memberi perhatian lebih kepada
orang lain atau pasangan. Semoga kisah ini dapat menumbuhkan cinta yang lebih
dalam kepada ibu dan ayah kita, Amiiin.
0 comments:
Post a Comment