Hari itu, tampak sepasang tua renta naik kereta dari Stasiun Jakarta
Kota. Kereta tersebut hendak menuju ke Depok. Belakangan diketahui, kakek dan
nenek tersebut menumpang kereta dengan sebutan commuter line tersebut hanya
sampai Stasiun Gondangdia.
Bukan hanya penampilan luar yang membuat
pasangan renta tersebut diduga sebagai pengemis olehh penumpang lainnya. Namun
juga bau badan yang mereka bawa membuat penumpang lainnya enggan untuk duduk
bersebelahan dengan mereka. Jangankan bersebelahan, bau sangat mengganggu
tersebut hampir memenuhi seisi gerbong.
Setidaknya ada seorang ‘korban’ akibat bau
badan tersebut. Seorang Ibu yang awalnya duduk bersebelahan dengan pasangan tua
renta tersebut, terpaksa harus keluar dari kereta dan memuntahkan isi perutnya
karena tidak tahan dengan bau yang ada.
Menjelang kereta hendak melaju, seorang
pemuda dengan gaya ‘anak kuliahan’, menenteng ransel, bercelana jeans dan
menggunakan headset di telinganya, tiba-tiba saja masuk dan duduk di sebelah
kakek dan nenek tersebut. Apakah anak muda itu tidak terganggu dengan bau yang
ditimbulkan oleh pasangan tua di sebelahnya?
Pemuda tersebut justru memulai perbincangan
dengan si kakek tua yang persis di sebelahnya. Pertanyaan seperti nama nya
siapa pak?, tinggal dmana?, mau kemana?, punya anak berapa? diajukan pemuda
tersebut kepada si kakek. Pemuda tersebut tampak mencoba mengakrabi si kakek
bau tersebut.
Saat kereta menjelang tiba di Stasiun
Gondangdia, tampak pasangan tua renta tersebut bersiap untuk turun. Si Pemuda
sejurus kemudian mencoba mengeluarkan lembaran uang kertas dari sakunya. Uang
seratus ribu rupiah di sodorkan kepada si Kakek.
“Pak,saya punya sedikit rejeki buat bapak
dan Ibu mungkin bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup bapak dan Ibu
beberapa hari kedepan”, kata si Pemuda sambil menyodorkan uang dari kantong
celananya.
Namun si Kakek bau tesebut menolaknya
dengan kata-kata yang sungguh menggetarkan hati siapapun yang mendengarnya.
Kereta sebentar lagi tiba distasiun
gondangdia,kudengar dari percakapan pemuda dan bapak itu, stasiun gondangdia
adalah stasiun tujuan pasangan suami istri itu.
Kulihat pemuda itu memasukkan tangannya
kedalam tasnya dan mengambil beberapa uang berwarna merah(100.000 rupiah) dalam
jumlah yang sangat banyak,sangat banyak saya tak tahu pastinya.
Dengan nada yang sangat sopan pemuda itu
berkata : “pak,saya punya sedikit rejeki buat bapak dan Ibu mungkin bisa
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup bapak dan Ibu beberapa hari kedepan”
Tahukah kawan,apa jawaban bapak itu? Beliau
menjawab seperti ini.
“Sungguh agamaku melarangku menjadi seorang
pengemis yang menengadahkan tangan menunggu bantuan uang dari si Tuan kaya
raya,ku yakin Tuhan-ku maha kaya, sangat kaya,” kata si Kakek.
“Saya tahu niat Ananda adalah untuk
membantu kami, dan sungguh saya yakin bahwa Allah-lah yang telah mengirimmu
kepada kami, namun mohon maaf nak, saya tak bisa menerima itu,” tambah si
Kakek.
“Saya tak ingin sebuah kisah dari
perjalanan perjuangan hidup kami mencari rezeki, ada sebuah kisah bahwa kami
menerima uang dari orang lain dikarenakan kasihan dengan kondisi kami.” tutur
si Kakek.
“Saya yakin nak, sebentar lagi Allah akan
memberikan rezeki bagi kami dengan cara yang lebih baik dari ini ,iya saya yakin
sebentar lagi nak, sebentar lagi.” tutup si Kakek dan meninggalkan Pemuda
tersebut untuk keluar dari kereta yang tengah berhenti sejenak di Stasiun
Gondangdia.
Menurut Wahyu Hidayat Ar Rasyid penutur
asli kisah inspiratif ini, pengalaman dua pasangan renta berbau tersebut sontak
menambah keyakinan dirinya bahwa rezeki Allah sungguh sangat dekat. Seperti
tutur si Kakek, sebentar lagi, sebentar lagi..
0 comments:
Post a Comment