Terdapatlah seorang pengemis Yahudi buta yang setiap hari
menempati salah satu sudut pasar di Kota Madinah. Bukan cuma mengemis, Ia juga
berseru kepada orang-orang yang berlalu-lalang di pasar tersebut, “Jangan
dekati Muhammad! Jauhi dia! Jauhi dia! Dia orang gila. Dia itu penyihir. Jika
kalian mendekatinya maka kalian akan terpengaruh olehnya.”
Teriakannya yang keras tak terlewatkan oleh seorang pun yang
berjalan di dekatnya. Setiap kali ada yang terdengar langkah kaki orang
melewatinya, pengemis buta itu selalu mengumpat Rasulullah Muhammad SAW, dan
mengatakan Muhammad adalah tukang sihir, orang gila dan sebagainya.
Pengemis Yahudi buta itu hampir setiap hari di temani oleh
seseorang di sampingnya. Orang tersebut dengan lemah lembut dan kasih sayang
menyuapi pengemis yang hampir tidak pernah berhenti untuk menghina dan
merendahkan Muhammad SAW. Orang tersebut hanya terdiam saat teriakan makian dan
hinaan itu keluar dari mulut Yahudi buta tersebut. Ia terus menyuapi makanan ke
mulut pengemis itu hingga habis.
Sampai pada suatu hari, si Pengemis Yahudi Buta tidak lagi
ditemani lagi oleh orang yang menyuapinya. Kemudian datanglah orang lain yang
membawakan nasi bungkus untuknya dan menawarkan diri untuk menyuapinya.
Orang lain yang menawarkan diri untuk menyuapi pengemis buta
yang tidak berhenti merendahkan Muhammad SAW tersebut adalah sahabat terbaik
Rasulullah, Abu Bakar Ash Shiddiq. Hati dan kepala Abu Bakar mendidih mendengar
sumpah serapah pengemis Yahudi tersebut.
Namun Abu Bakar menahan diri dan berusaha dengan lemah
lembut menawarkan diri untuk memberi makan kepada pengemis buta tersebut. Namun
bukan rasa terimakasih yang di dapat oleh Abu Bakar, jusru penyangkalan dan
hardikan keras dari pengemis tersebut.
“Kau bukan orang yang biasa memberiku makanan,” hardik si
pengemis buta.
“Aku orang yang biasa,” kata Abu Bakar.
“Tidak. Kau bukan orang yang biasa ke sini untuk memberiku
makanan. Apabila dia yang datang, maka tak susah tangan ini memegang dan tak
susah mulutku mengunyah. Dia selalu menghaluskan terlebih dahulu makanan yang
akan disuapinya ke mulutku.” Begitulah penyangkalan si pengemis buta kepada Abu
Bakar.
Mendengar perkataan pengemis buta tersebut, Abu Bakar tak
kuasa membendung rasa harunya. Air matanya tumpah tak tertahankan, dadanya
turun naik, Beliau menangis sampai terisak-isak.
Salah satu sahabat terbaik Nabi Muhammad SAW itupun berkata,
“Memang, benar, Aku bukan orang yang biasa datang membawa makanan dan memberimu
suapan atas makanan itu. Aku memang tidak bisa selemah lembut orang itu.”
“Ketahuilah bahwa Aku adalah salah satu sahabat orang yang
setiap hari menyuapimu tersebut. Orang yang dulu biasa ke sini dan memberimu
makan dan menyuapimu telah wafat. Aku hanya ingin melanjutkan amalan yang
ditinggalkan orang tersebut, karena Aku tidak ingin melewatkan satu pun
amalannya setelah kepergiannya.”
Si pengemis buta Yahudi tersebut terdiam sejenak dan
bertanya kepada Abu Bakar siapa orang yang selama ini memberinya makan dan juga menyuapinya.
“Ketahuilah, bahwa Ia adalah Muhammad, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Orang yang setiap hari kau hinakan dan kau
rendahkan di depan orang banyak di pasar ini,” jawab Abu Bakar kepada pengemis
buta itu.
Si pengemis Yahudi yang buta itu tertegun. Tak ada kata kata
yang keluar dari mulutnya, namun tampak bibirnya bergetar. Air mata pengemis
buta itu perlahan jatuh membasahi pipinya yang mulai berkeriput.
Si pengemis buta tersadar, betapa orang yang selama ini ia hinakan
justru memperlakukannya dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Ia justru
malah merasa lebih hina dari apapun yang ada di dunia ini.
“Selama ini aku telah menghinanya, memfitnahnya, bahkan saat
Muhammad ada di sampingku sedang menyuapi aku. Tapi dia tidak pernah
memarahiku. Dia malah dengan sabar melembutkan makanan yang di masukkan ke
dalam mulutku. Dia begitu mulia.” Kata pengemis buta dalam tangisnya.
Pada saat itu juga, Si Pengemis Yahudi buta bersaksi di
hadapan Abu Bakar Ash Shiddiq, mengucapkan dua kalimat syahadat ‘La ilaha
illallah. Muhammadar Rasulullah.’ Si Pengemis buta memilih memeluk Islam
setelah cacian dan sumpah serapahnya kepada Muhammad SAW dibalas dengan kasih
sayang oleh Nabi Akhir Zaman tersebut.
Demikianlah kisah keteladanan Rasulullah Muhammad SAW yang
sebaiknya dicontoh oleh umat Beliau. Semoga kita termasuk orang yang
mendapatkan syafa’at dari Nabi Muhammad SAW di Hari Penghakiman kelak.. Amiin
0 comments:
Post a Comment