Tusuk gigi menjadi benda yang familiar digunakan sehari-hari. Biasanya
setelah makan, orang akan membersihkan sela-sela gigi dari sisa makanan dengan
menggunanakan benda mungil tersebut. Biasanya benda ini mempunyai satu atau dua
ujung yang tajam agar bisa disisipkan di antara gigi. Tusuk gigi sebenarnya
sudah digunakan sejak ribuan tahun silam dengan berbagai versi.
Beberapa diantaranya terbuat dari logam,
perunggu atau kayu dengan meruncingkan bagian ujungnya dengan cara yang masih
manual. Seiring waktu, tusuk gigi dimodifikasi sehingga terlihat sempurna
seperti saat ini. Dari yang awalnya tidak memiliki nilai jual karena bisa
dibuat sendiri, kini alat sederhana
tersebut tersebar ke seluruh dunia karena dibuat secara profesional dengan alat
yang canggih.
Tentunya tusuk gigi yang ada saat ini tidak
serta-merta mendunia begitu saja. Ada kisah panjang dibalik populernya benda
tersebut hingga menjadi gaya hidup seperti saat ini. Adalah Charles Forster, seorang
marketing cerdas yang menjadi tokoh sukses dibalik mendunianya tusuk gigi. Pria
kelahiran Charlestown, Massachusetts, tahun 1826 ini menjual sesuatu yang tidak
bisa orang lain jual, termasuk dengan tusuk gigi yang pada zamannya bisa dibuat
sendiri.
Saat remaja, pria yang tumbuh dalam
keluarga aristokrat Inggris ini menjalankan bisnis bersama pamannya di Brasil.
Saat di sana, ia memperhatikan pola masyarakat dalam menjaga kesehatan gigi.
Saat itu dia melihat kebanyakan gigi penduduk asli Brazil terlihat rapi.
Setalah diselidiki, ternyata kebiasaan masyarakat Brasil adalah membersihkan
gigi dengan tusuk gigi dari kayu sehingga bisa tertata rapi dan bersih.
Sementara saat itu di negara lain upaya
membersihkan gigi setelah makan dilakukan dengan menggunakan alat dari logam.
Peluang ini terbaca oleh Foster, Ia menganggap bahwa bisnis tusuk gigi bisa
menjadi bisnis yang menguntungkan dikemudian hari.
Akhirnya Ia berpikir untuk membuat tusuk
gigi dari kayu dalam jumlah yang banyak. Ia pun terinspirasi untuk membuat
mesin pembuat tusuk gigi. Beruntung kala itu revolusi industri di Inggris
memungkinkannya untuk mendapatkan mesin tersebut.
Akhirnya Ia Forster merangkul ahli mesin
asal Boston, Benjamin Franklin Sturtevant untuk membuat mesin tusuk gigi kayu
miliknya. Benjamin Franklin sebelumnya telah membuat mesin pembuat sepatu yang
alas bawahnya berbahan kayu.
Akhirnya dengan mesin buatan Benjamin
inilah Forster berhasil memproduksi tusuk gigi kayu dalam jumlah banyak.
Sekitar tahun 1870, ia mampu memproduksi jutaan tusuk gigi kayu dalam satu
hari.
Namun jumlah yang banyak ini tidak diiringi
daya serap masyarakat yang belum familiar dengan tusuk gigi. Mereka lebih
memilih membuat sendiri dibanding harus membeli.
Untuk mengatasi problem tersebut, dia mulai
menitipkan tusuk gigi buatannya di toko-toko eceran. Pemilik toko hanya
membayar tusuk gigi yang laku terjual. Cara seperti ini bisa sedikit
mendongkrak penjualan tusuk giginya.
Kemudian Forster menempuh cara lain untuk
mendongkrak penjualan tusuk giginya. Dia meyakinkan kepada pemilik restoran
bahwa tusuk gigi bisa menjadi bagian dari layanan yang bisa menarik konsumen.
Bersamaan dengan itu dia menyewa beberapa orang untuk makan di
restoran-restoran. Setelah makan, orang yang disewa ini wajib menanyakan tusuk
gigi kepada pemilik restoran.
Cara ini membuat pengusaha restoran yakin
bahwa tusuk gigi menjadi bagian penting dalam memberikan pelayanan maksimal
kepada pengunjung. Dari sinilah kemudian para pemilik restoran merasa perlu
untuk membeli tusuk gigi kepada Forster.
Mimpi Forster pun lantas menjadi kenyataan.
Pasar tusuk giginya meluas hingga pasar mancanegara dan meluas ke berbagai
belahan dunia. Ia berhasil membuktikan bahwa tusuk gigi menjadi bisnis yang
menjanjikan hingga saat ini. Negara bagian Maine di Amerika Serikat kini
menjadi produsen utama tusuk gigi.
0 comments:
Post a Comment